Join Telegram Taman Ilmu Di Bawah
Tempat yang ronanya berwujud surga tak pernah mudah untuk digapai. Pun seseorang yang akhirnya bisa meletakkan tapak di atasnya, ia mesti melewati banyak terjal dan jurang curam hingga akhirnya berhasil meraih impian.
Kami Sokong Ustaz Ebit Lew
Sahabat, analogi di atas dapat kita terapkan pula dalam kehidupan sehari-hari. Masing-masing hamba yang meletakkan Allah dalam hatinya tentu akan berlomba untuk menuju ke tempat nan indah, ialah yang biasa kita sebut jannah. Beragam usaha seperti menjalankan banyak amalan baik dan meninggalkan apa yang dilarang Illahi Rabbi, melaksanakan ibadah dan senantiasa hanya mengharap ridha-Nya pun dilakukan agar menjadi seorang yang bertaqwa.
Namun sahabat, seperti yang telah saya tuliskan di paragraf pertama. Jalan menuju surga itu memang tidaklah mudah. Akan ada banyak terjal dan penghalang. Dalam beberapa situasi kita banyak menemukan seseorang bertanya, “Aku telah banyak beribadah, namun mengapa harapanku tak kunjung terkabul?”
Jawabannya bisa ditilik dari beberapa poin. Ada sebab-sebab tertentu mengapa suatu amalan bisa ditolak dan tak bisa membantu kita dalam meraih ridha Allah SWT, tak bisa membantu kita meraih harapan dan kebaikan dalam hari-hari, dan tak bisa menjadikan diri lebih dekat dengan Illahi. Lalu, apa sajakah penyebab amalan ditolak?
Sebab pertama adalah syirik.
Syirik merupakan perilaku dimana seorang manusia menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain. Bisa terhadap patung, jin, pohon, atau benda-benda lain yang dianggap bisa menjadi panutan dan pengabul permintaan orang-orang yang tak lagi yakin pada Allah SWT. Astaghfirullahaladzim.
Padahal kita seharusnya memegang teguh prinsip ‘Allah lebih mengetahui apa yang tidak kita ketahui’. Seperti firmanNya dalam surat Al-Baqarah ayat 216, “Boleh jadi kau membenci sesuatu padahal ia teramat baik bagimu, dan boleh jadi kau menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu.”
Maka sesulit apapun kehidupan yang kita jalani, jangan sampai pada akhirnya kita terjerumus dalam jurang yang salah di dunia kekafiran. Dalam agama Islam, syirik merupakan kezaliman yang sangat besar. Allah berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (QS. Luqman: 13)
Seseorang yang telah menyekutukan Allah akan sangat merugi karena akan terhapus amalan-amalan yang diperbuatnya. Allah berfirman, “Jika kamu berbuat syirik, niscaya akan terhapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az-Zumar: 65)
Juga firman-Nya, “Seandainya mereka berbuat syirik, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am: 88)
Sebab kedua adalah kufur terhadap ayat-ayat Allah.
Kalam-kalam yang tertulis dalam Al-Qur’an seharusnya tak perlu kita ragukan lagi kebenarannya. Sebagaimana Allah berfirman, “Kitab ini tidak ada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa”. (QS. Al-Baqarah : 2)
Meskipun pada zaman dahulu belum terdapat penelitian ilmiah dengan alat secanggih era ini, namun semua fakta alam yang tertulis dalam ayat-ayat Allah kini dapat dibuktikan semua kebenarannya.
Seseorang yang memiliki anggapan kufur terhadap ayat Allah dalam hatinya akan sangat merugi. Karena telah dikatakan Allah akan terhapuslah semua amalannya. Hal ini telah dijelaskan dalam QS. Al-Kahfi ayat 103 – 106, “Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. Demikianlah balasan mereka itu neraka Jahannam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok.”
Sebab ketiga adalah tidak ittiba’, atau beramal tidak sesuai dengan petunjuk Rasullullah.
Sahabat, sebanyak dan sehebat apapun ibadah kita jika tak berdasar dari dalil yang kuat dan bukan atas petunjuk rasulullah SAW, maka ibadah kita pun akan menjadi sia-sia belaka. Bahkan meskipun dengan niat ingin benar-benar taat pada Allah, jika tak ada dalil yang menganjurkan ibadah tersebut, hal itu tak akan bermakna bagi hidup kita.
Seperti kisah sahabat Nabi berikut ini. Dari Anas bin Malik, beliau berkata “Ada tiga orang yang datang ke rumah sebagian istri Nabi SAW (yang bertujuan) menanyakan tentang ibadah beliau. Setelah diberitahukan kepada mereka, mereka merasa ibadah beliau itu hanya sedikit, seraya berkata: “Dimanakah kedudukan kami dibandingkan dengan Nabi SAW? Padahal beliau telah diberikan ampunan atas semua dosa-dosanya baik yang telah lewat maupun yang akan datang.”
Seorang di antara mereka berkata, “Saya akan mengerjakan sholat malam terus menerus.” Dan yang lainnya berkata, “Kalau aku, akan terus menerus berpuasa tanpa berbuka.” Dan yang satu lagi berkata, “Sedangkan aku tidak akan mendekati wanita dan tidak akan menikah untuk selamanya.” Kemudian Rasulullah SAW mendatangi mereka dan berkata, “Kaliankah yang tadi mengatakan ini dan itu? Adapun diriku, demi Allah, aku adalah orang yang paling takut dan paling bertaqwa kepada-Nya daripada kalian, tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, mengerjakan sholat dan juga tidur, serta menikahi wanita. Oleh karena itu, barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, dia bukan termasuk golonganku.” (HR. Bukhari No. 5063 dan Muslim No. 1401)
Rasulullah SAW, “Tidak ada satu amalan pun yang mendekatkan kepada syurga kecuali telah aku perintahkan kepada kalian, dan tidak pula satu amalan yang mendekatkan kepada neraka kecuali aku peringatkan kalian darinya.” (HR Al Hakim, dinilai shahih oleh Al Albani dalam Silsilah Ahadits ash-Shahihah no. 2607)
Hadits lain menyebutkan sabda beliau SAW, “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)
Astaghfirullah. Sahabat, karena Rasulullah-lah pemberi petuah terbaik setelah Allah SWT, maka sudah mesti sebagai ummatnya kita mengikuti rangkai ucapnya. Tanpa mengurangi, apalagi melebih-lebihkan agar dianggap lebih taat dan lebih hebat. Wallahu a’lam.
Sebagai insan yang hanya bisa berharap dan berusaha, semoga tulisan ini bisa menjadi manfaat agar dapat menjadikan kualitas amalan kita menjadi lebih baik lagi. Aamiin.
Sumber : https://wahidnews.com